Mengenai Saya

Foto saya
'We want freedom!' My name is EDOWAY YUNUS, I am a West Papuan independence leader and chairman of the KK-AMP-JOGYA. My village was bombed Killed So Many Thousand Of My People Of West Papuans Indigenous Small Groups by Indonesia Military Occupations when I was a child and many of my family were killed. Later, I began to campaign peacefully to free my people. For this 'crime' I was arrested, tortured and threatened with death. My seniors Of AMP Organizations Was Managed That Organizations and Iwas Follows This Organization in 2003 In Java I managed to escape to JAVA & BALI AN INDONESIAN , where I now live in exile. Many of my people are still suffering. They have been killed, raped and tortured. Life is hard for them. All we are asking for is the freedoms that you enjoy every day - the freedom to speak your mind, to live without fear and to choose your own government. Please hear my peoples' cry for help. Please support the Free West Papua Campaign. TO DAYS IT'S FOR GIVING FREE.

Pengikut

Jumat, 20 Februari 2009

PASCA KEGAGALAN OTSUS PAPUA

Nasional

Pasca Demontrasi Kegagalan Otsus di Papua

Oleh : Yermias Degei

08-Mei-2007, 19:00:45 WIB - [www.kabarindonesia.com]


KabarIndonesia - Beberapa hari terakhir ini dilaporkan, aksi Intelijen Indonesia di beberapa kota di Papua seperti Nabire dan Jayapura meresahkan warga. Hal ini terjadi menyusul aksi demontrasi rakyat Papua di beberapa kota di tanah Papua yang menilai pelaksanaan otonomi khusus (Otsus) di tanah Papua telah gagal dan meminta pemerintah Indonesia segera melaksanakan dialog untuk referendum.

Melalui telepon selulernya, salah satu sahabat dari Papua melaporkan, selain aksi kegagalan Otsus sepekan ini, aksi duka Nasional Front Persatuan Perjuangan Rakyat (PEPERA)-Papua Barat atas Integrasi Papua Barat ke NKRI di lingkaran Abepura juga diwarnai terror dan operasi berkelanjutan oleh Intelijen Indonesia. "Saya baru menyampaikan informasi ini karena dua hari terakhir ini di rumah saja. Saya takut keluar. Sebelumnya, ketika kami melakukan demontrasi atas kegagalan otonomi khusus di tanah Papua juga kami diamati orang-orang tak kenal," katanya menjelaskan.

Selain itu, operasi intelijen itu juga dinilai ada kaitannya dengan rencana POLDA Papua untuk memindahkan para tahanan politik, yakni Filep Karma, Yusak Pakage, Selfius Bobi, Cs ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.

http://papuapost.com/ juga melaporkan, operasi penyusupan Intelijen Indonesia ke asrama-asrama mahasiswa Papua di Jayapura itu telah dimulai beberapa bulan terakhir ini. "Hal ini untuk pengamanan situasi atas rencana pemindahan Filep Karma, Yusak Pakage, Selfius Bobi, Cs ke Lembaga Pemasyarakatan Cimpinang. Selain itu, aksi intelijen juga dilakukan untuk mengamankan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang sedang membahas tentang lambang-lambang budaya agar rakyat Papua dapat digiring untuk tetap mengakui MRP sebagai lembaga keutuhan NKRI.


Laki-laki Tak Dikenal Masuk Kamar Asrama Putri
Seperti yang juga yang diberitakan http://www.melanesianews.org/, aksi Front PEPERA-PB dan Koalisi Hak-Hak Sipil Rakyat Papua Barat itu merupakan salah satu bentuk protes atas integrasi Papua Barat ke dalam Republik Indonesia yang tidak sah.

Dilaporkan, pasca aksi itu, dua orang tidak dikenal dengan ciri-ciri, rambut gondrong, badan kekar, jaket hitam, dan bersarung senjata lipat mendatangi Asarama Putri Nabire di Jayapura yang beralamat di Perumnas I. Penghuni asrama itu, melaporkan, tiga orang tidak dikenal (diduga intelijen Indonesia) itu dobrak masuk ke kamar-kamar asrama tanpa permisi.

"Pak, kami tidak kenal Anda, tetapi anda berani sekali mau masuk ke kamar-kamar kami", kata salah seorang penghuni asrama itu. Katanya, "Saya datang cek apakah teman-teman laki-laki dari pegunungan tengah biasa datang ke sinikah?". "Tapi bapak ini siapa dan tinggal di mana, tanya putri itu. "Saya tinggal di Jayapura dan mahasiswa Theologi," kata orang tak kenal itu. Kebetulan pada saat itu ada seorang putri mahasiswa STT dan dia bertanya, "Di kampus mana?" "STT Skayne," Jawabnya singkat. "Ya tapi saya juga mahasiswa STT Skayne, namun saya tidak pernah melihat bapak kuliah di sana," kata putri itu menjelaskan.

Melalui http://www.papuapost.com/ juga memberitakan bahwa, dialog yang tak ada jelas juga terjadi antara orang tak kenal itu dengan putri-putri Papua penghuni asrama itu. "Bapak gereja dimana, saya gereja di PNIEL Kotaraja dekat Brimob, oh kira-kira bapak kenal ibu MG yang melayani di gereja ya. Saya kenal, Ibu ini melayani setiap hari apa saja? Aduh saya tidak tahu habis terlalu sibuk kerja."

http://www.papuapost.com/ mengabarkan, orang tidak dikenal itu setelah tidak ada jababan lagi, langsung pergi meninggalkan dengan muka merah. "Sejak operasi awal ini seluruh agen-agen diperintahkan untuk ke asrama-asrama mahasiswa yang dari Pegunungan Tengah dan Pantai Selatan di tanah Papua. Kehadiran mereka berkedok tukang roti, penjual kue, penjual es, penjual sayur, penjual pakaian dan lainnya.

Sahabat dari Jayapura itu mengatakan, para intelijen Indonesia di Papua (Jayapura) kini tak tahan lagi dengan berpura-pura sebagai pedagang sayur, pedang kue, dan lainnya. Kini mereka lebih banyak langsung dan terang-terangan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Mereka selalu menanyakan asrama mahasiswa Papua. Dan fokusnya adalah mahasiswa pengunungan tengah. Mereka juga (intelijen Indonesia) kini justru mengikuti diskusi-diskusi, acara doa, serta kegiatan perkumpulan apapun yang dilakukan oleh mahasiswa Papua di tanah Papua (Jayapura).

Senjata Api Intelijen Indonesia Ditangkap di Nabire
Dari Nabire juga dilaporkan, Rabu, 28 Maret 2007, pukul 10 siang waktu setempat, masyarakat Nabire Papua merampas senjata api nomor seri LLAMA CAL 380 III-A 0704 9040-96 GABI LANDO CAVITSONG (EXPAN?) yang dimiliki seorang intelijen pusat di jalan Ampera Kulurahan Karang Mulia Nabire.

Ketua Biro Perdamaian dan Keadilan KINGMI, Klasis Nabire-Papua Yones Douw dan Sekjen Front Pepera Konsulat Indonesia Marthen Goo yang menyaksikan insiden ini mengatakan, insiden ini berawal dari pemukulan terhadap Jhon Gobay. M. A. Insiden ini bermula, ketika Gobay dipukul oleh lima orang tak kenal. Lima orang itu adalah pendatang baru, yang sering nongol bersama seseorang intel polres Nabire di disekitar perumahan masyarakat Papua. Yones Douw melaporkan, setelah terjadi pemukulan itu, masyarakat setempat berdatangan untuk menolongnya. Karena melihat bahwa masyarakat mulai bertambah, maka ke-5 orang Non-Papua itu takut dan melarikan diri. Melihat masyarakat yang terus berdatangan itu, maka pistol yang dipegang salah satu intelijen itu cepat-cepat dimasukkan ke kantungnya. Namun usaha itu sia-sia. Pistol tersebut jatuh di jalan.

Akhirnya, pistol yang jatuh itu langsung diambil oleh seorang masyarakat yang bernama Denny Kobepa. Katanya, senjata itu, bukan dirampas dari tangan. Karena masyarakat yang datang banyak, maka pemilik pistol itu tidak sempat mengambil pistolnya. Ia justru lari menyelamatkan diri dan lari. Usai peristiwa itu, masyarakat menyegel rumah yang ditempati oleh lima orang intelijen itu.

Melihat hal itu, Yones Douw Ketua Biro Perdamaian dan juga Tokoh muda Nabire ini mengumpulkan semua masa dan melakukan long mars dari tempat kejadian (TKP) ke kantor Kapolres Nabire. Masa yang berjumlah sekitar 1.000 masa ini kemudian bersatu dan memenuhi kantor kapolres. Sesampainya di Polres, masyarakat diterima oleh Wakil Polres Edikurniawan, tepatnya pukul 14.20. "Kami datang ke kapolres ini sifatnya ingin menginformasikan bahwa kami telah mengambil senjata ini. Senjata ini milik Intelijen Pusat, bukan milik TNI Nabire atau pun Polisi Nabire," kata Douw.

"Ini adalah senjata Ilegal, maka kami akan mengembalikan ke POM (Polisi Militer) selanjutnya masalah Jhon yang dipukul itu hanya kriminal biasa, yang mana masalah ini harus bapak yang menanganinya. Namun masalah pistol ini adalah masalah yang tidak pada prosedur atau pada jalur," kata Douw menjelaskan kepada Wakil Polres Edikurniawan.

Pada hari itu juga masyarakat, Nabire menuju Kantor POM. Setibanya di sana masyarakat berdiri menutup halaman POM. Kemudian masyarakat diterima oleh Komandan POM D. Darmawan pada pukul 15.00 waktu setempat. Dalam pertemuan itu, Douw menyampaikan pernyataan sikap mewakili masyarakat yang ikut pada hari itu. Pernyataan sikapnya adalah:
Hentikan pengiriman Pasukan Non-organik (Pasukan Ilegal) ke Papua.
Kami minta pelaku atau pemilik Pistol ini harus dihadirkan.
Pelaku pemilik pistol ini harus dihukum berdasarkan perbuatannya sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku karena memiliki pistol ilegal, dan pemiliknya pun adalah manusia ilegal.
Jika Proses Hukum dilakukan di Biak, maka ketua DPR harus memfasilitasi kami untuk ke Biak menyaksikan Proses hukum di sana.
Jika kedapatan hal yang sama dikemudian hari, maka orang tersebut harus memfasilitas kita untuk ketemu Presiden.
Pada saat pembacaan pernyataan sikap itu, di hadiri oleh ketua DPRD Nabire Daniel Butu, Kepala suku Mapia untuk 5 Distrik Yohanes Magai dan Kepala Suku Umum MEE Didimus Pakage. Ketua DPR-D mengatakan, dirinya merasa bangga dengan masyarakatnya yang dengan ketulusan hati memanggil dia dan kemudian membawa itu semua melalui prosedur Hukum yang ada.

Komandan POM D. Darmawan menegaskan, dirinya sudah menelpon ke Jakarta dan Jayapura. " Kata pimpinan, pelaku harus diprosedurkan melalui prosedur hukum yang ada. Mereka juga minta beberapa nama yang akan menjadi saksi dalam prosedur hukum nantinya dan nama-nama itu kami akan selalu kontak," demikian Komandan POM D. Darmawan menjelaskan.

Menurut laporan itu, akhirnya diketahui bahwa pemilik Pistol itu adalah Kapten Sinaga dari BAIS (Badan Intelijen Strategi) dari Jakarta. Ia ditugaskan ke Nabire Papua sudah 3 hari. Usia yang begitu muda di Nabire.

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=8&dn=20070508174422

Tidak ada komentar: