Mengenai Saya

Foto saya
'We want freedom!' My name is EDOWAY YUNUS, I am a West Papuan independence leader and chairman of the KK-AMP-JOGYA. My village was bombed Killed So Many Thousand Of My People Of West Papuans Indigenous Small Groups by Indonesia Military Occupations when I was a child and many of my family were killed. Later, I began to campaign peacefully to free my people. For this 'crime' I was arrested, tortured and threatened with death. My seniors Of AMP Organizations Was Managed That Organizations and Iwas Follows This Organization in 2003 In Java I managed to escape to JAVA & BALI AN INDONESIAN , where I now live in exile. Many of my people are still suffering. They have been killed, raped and tortured. Life is hard for them. All we are asking for is the freedoms that you enjoy every day - the freedom to speak your mind, to live without fear and to choose your own government. Please hear my peoples' cry for help. Please support the Free West Papua Campaign. TO DAYS IT'S FOR GIVING FREE.

Pengikut

Jumat, 20 Februari 2009

INDONESIA TAKUT SEBUAH YUM-AGIYA-NOKEN PAPUA

OptionsDisable Get Free Shots

saving Papuans from genocide and total annihilation is now a global priorityPGP/GPG key available - send us yours to communicate
HomePapua NewsPhotosFreeport Mine TNI & fake OPM Manokwari Demo 3/3/2008 Missionaries - Get Out Jayapura Demo 6/3/2008 Brimob ID Check Papuans Autonomy Fund Diverted Manokwari Prison Photos New Province Meeting Kopassus in Wamena Military "traders" Berita Papua Papuan VideosEnvironment Melanesian Music Videos Articles Documents History Flag Indonesia NewsAsia Pacific News Mining & Environment News Indo Mil News Whispers World News Activists CornerInteractive MapOur Links Link Your Site Send free fax online now Send anonymous sms text Rogue Corporates Rogue Individuals ForumInteresting Read Military VideosMusic Videos Download RingtonesSupported Phones T-Shirt Design Studio Horoscopes Useful Tools DonateContact us

translate site and content


Design your own head-turning t-shirts here in our Design Studio - add own images/text, then order it online - simple and easy. Worldwide Delivery. Download ringtones, games and screensavers for your mobile (cellphone/hp) - We currently have 9026 different ringtones!

Takut Sebuah Yum/Noken, Takut Sebuah Buku Papua, Takut Akan Kebenaran
Written by as received from Richard Samuelson
http://www.koteka.net/index.php/20080129115/Berita-Papua/Takut-Sebuah-Yum/Noken-Takut-Sebuah-Buku-Papua-Takut-Akan-Kebenaran.html

Tuesday, 29 January 2008
TAKUT SEBUAH YUM/NOKEN

(Baca: Tas Papua)

TAKUT SEBUAH BUKU PAPUA.....

TAKUT AKAN KEBENARAN


Oleh Richard Samuelson, Co-Director, Free West Papua Campaign

www.freewestpapua.org

18 Januari 2008

Mungkin tidak begitu menakutkan bagi anda atau saya, tetapi bagi Pemerintah ini merupakan sebuah ancaman berbahaya bagi “Kesatuan Negara itu”. Tidak. Itu bukan sebuah letusan mesiu senjata atau sebuah ledakan dahsyat atau bahkan sebuah busur beserta panah-panahnya…… Itu hanyalah sebuah Noken/Yum (Tas Papua).

Kemarin di Jayapura, Papua Barat, dua wanita masing-masing Yohana Pekei dan Nelly Pigome diinterogasi oleh polisi Indonesia karena mereka membuat noken/yum (Tas Papua) dan menjualnya hanya untuk mendapatkan beberapa peni (rupiah) untuk menunjang kehidupan keluarga mereka.

Apa yang begitu berbahaya dari sebuah tas yang dijual di pinggiran jalan oleh kedua wanita Papua Barat tersebut?

Jika saya memberitahu anda bahwa noken/yum (Tas Papua) tersebut memiliki lambang bintang sebagai bagian dari desain tas tersebut, mungkin sekarang anda dapat mengerti mengapa negara Indonesia begitu sangat ketakutan terhadap noken/yum (Tas Papua) yang khusus ini? BINGUNG? Baik. Perkenankanlah saya memberitahu anda bahwa Bintang Kejora adalah simbol dari 45 tahun mimpi rakyat Papua Barat akan kemerdekaan mereka dari penjajahan . Ketika sebuah negara tidak memperoleh dukungan dari seluruh populasi dari sebuah wilayah yang diklaim sebagai milik negara itu, maka ia tidak akan membiarkan sekecil apapun tanda-tanda perlawanan.

Jadi NKRI, Negara Kesatuan Republik dengan segala kebesaran dan kekuatan militernya…. Sekarang KETAKUTAN terhadap sebuah NOKEN/YUM (Tas Papua). Sepuluh tahun setelah kejatuhan diktator Suharto, sebuah peristiwa yang seharusnya memberikan sebuah era keterbukaan dan demokrasi, sekarang berjuang habis-habisan dalam usahanya untuk mempertahankan cengekeramannya atas wilayah Papua Barat.

Awal minggu ini, Barnabas Suebu, Gubernur Kolonial Indonesia di Papua Barat memerintahkan polisi untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang baru, pasal 6 peraturan pemerintah no 77 tahun 20007 yang menyatakan bahwa merupakan sebuah tindakan kriminal memamerkan, memajang, menjual atau menggunakan bendera atau logo yang digunakan oleh gerakan –gerakan separatis. 1 Noken/Yum (Tas Papua) milik Yohana dan Nelly sekarang adalah sebuah Noken/Yum (Tas Papu) illegal.

Pada tahun 2004, dua aktivis kemerdekaan Papua Barat, Filep Karma dan Yusak Pakage dipenjarakan masing-masing 10 dan 15 tahun berturut-turut karena mengibarkan bendera Bintang Kejora secara damai. Sekarang giliran Yohana dan Nelly dicap oleh sebagai para kriminal…… karena membuat dan menjual sebuah noken/yum (Tas Papua).

Pada bulan November yang lalu, Majalah TIME menganugerahi Suebu sebagai seorang Pahlawan Lingkungan Hidup karena janji-janjinya untuk memulai melindungi hutan-hutan tropis Papua Barat yang terancam. Minggu ini Suebu telah menunjukkan WARNA ASLINYA sebagai PAHLAWAN NASIONALISME .

Dan Indonesia tidak hanya ketakutan karena noken/yum (Tas-tas Papua). juga ketakutan akan buku-buku tentang Papua. Pada bulan Desember, Kejaksaan Agung Indonesia menyita 60 kopi buku dari seorang akademisi Papua, Sendius Wonda yang berjudul TENGGELAMNYA RUMPUN MELANESIA Pertarungan Politik NKRI di Papua Barat.

Buku itu menyesatkan, ia akan menciptakan perlawanan dan memecahkan masyarakat Papua kata Rudi Hartono kepala Badan Intelijen Indonesia (BIN) di Papua Barat. Kami akan terus mencari buku tersebut di toko-toko buku dan di berbagai tempat. 2

Dan inilah mengapa noken/Yum dari Yonana dan Nelly serta buku Sendius Wonda begitu menakutkan bagi Pemerintah ; Mereka memberitakan KEBENARAN…. KEBENARAN yang tidak menyenangkan tetapi tidak dapat disangkal bahwa mayoritas rakyat Papua Barat menginginkan kemerdekaan dari .

Anda dapat mengatakan bahwa saya dapat berkata demikian karena saya adalah aktivis dari Free West Papua Campain bukan? Baik. Jangan hanya dengar dari saya saja. Pada bulan Juni 2006 wartawan BBC koresponden Jakarta, Rachel Harvey, diberikan sebuah ijin yang langka oleh Pemerintah Indonesia untuk mengunjungi Papua Barat. Inilah yang dia katakan pada waktu kembali dari Papua:

SAYA TIDAK BERBICARA POLITIK DENGAN SETIAP ORAN PAPUA YANG SAYA TEMUI. TETAPI KAPAN SAJA TOPIK ITU SELALU MUNCUL, DAN TOPIK ITU BERULANG-ULANG KEMBALI, SETIAP ORANG YANG SAYA TEMUI MEMBERITAHU SAYA BAHWA MEREKA MENGINGINKAN KEMERDEKAAN. 3

Dan pada bulan Februari tahun 2007, seorang akademisi senior bidang Ilmu Politik dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang berada langsung dibawah kendali Presiden Republik Indonesia) , Muridan S Widjoyo yang tidak seperti para akademisi asing, selalu mendapatkan keleluasaan oleh militer Indonesia untuk mengunjungi Papua, memberikan pengakuan yang sungguh luar biasa bahwa:

AKAN TETAPI KITA HARUS SADAR BAHWA DIDALAM HATI YANG PALING DALAM, SETIAP ORANG PAPUA MENGINGINKAN KEMERDEKAAN DARI INDONESIA. 4

Dan untuk menyungguhkan semua pernyataan-pernyataan itu, bagaimana anda bisa ragu kalauGubernur Indonesia yang baru saja disebutkan tadi, Barnabas Suebu sendiri, berbicara pada tahun 2000, sebelum periode kekuasaannya Sekarang. Disini Suebu, orang yang sama yang pada minggu ini mendeklarasikan Noken/Yum (Tas Papua) dari Yohana dan Nelly illegal, diwawancarai Majalah TEMPO pada masa musim semi, periode dimana dimulainya masa keterbukaan ketika runtuhnya kediktatoran Suharto, sebuah era kebebasan yang secara kejam ditutup dengan pembunuhan Theys Eluay, pemimpin kemerdekaan bangsa Papua Barat oleh KOPASSUS pada bulan Nopember 2001.

TEMPO: Dalam pandangan anda, akankah rakyat Irian Jaya memilih Kemerdekaan atau Otonomi bila sebuah referendum dilaksanakan?

SUEBU: BERDASARKAN PENGAMATAN SAYA SENDIRI DI JAYAPURA, SAYA MERAMALKAN BAHWA KEINGINAN TERBESAR ADALAH KEMERDEKAAN. JADI INI SEBUAH MASALAH SERIUS. SAYA BERHARAP JANGAN ADA LAGI YANG MENGATAKAN BAHWA INI KEINGINAN DARI SEGELINTIR ORANG. MEREKA TIDAK MENERIMA OTONOMI….. MEREKA HANYA MAU KEMERDEKAAN……. RAKYAT PAPUA MENUNTUT KEMERDEKAAN TETAPI JAKARTA MENOLAKNYA…. RAKYAT PAPUA TELAH LAMA MERINDUKAN KEMERDEKAAN. 5

Sebuah noken/yum dan sebuah buku tentang Papua. Indonesia memang benar-benar ketakutan ……akan KEBENARAN.

CATATAN:

Cenderawasih Pos, 11 JANUARI 2008 ‚Bintang Kejora dilarang: kata Suebu.

The Post 15 December 2007 “[Indonesian] Government Bans, Confiscates

Book on Papuan Political Struggle”

3. Te Waha Nui Online 14 June 2006 "West Papuan clergyman to speak on
human rights at seminar"
http://www.tewahanui.info/news/140606_westpapua.shtml
4. Jakarta Post 1 February 2007 'Papuan Separatists not a threat'

http://www.thejakartapost.com/yesterdaydetail.asp?fileid=20070201.H05

5. Tempo Magazine Interview NO. 34/XXIX 23 October 2000 “Barnabas Suebu:
'They Only Want '
Richard Samuelson

Free West Papua Campaign, Oxford, UK.

www.freewestpapua.org


Protect your computer from the outside world.
Download ZoneAlarm Pro now $39.95

Stop The Genocide - Please Make A Donation
Enter Amount:

€CAD USD GBP AUD JPY EUR One Time Weekly Monthly Annual
Access Your PC from Anywhere -
Free Trial plus 10% Off!

Social Bookmarking


One Moment Please ...

WARGA PAPUA WASPADAI TIPU DAYA OPM SEBALIKNYA TIPU DAYA INTELIJEN NKRI

Senin, 01 Desember 2008 14:01 wib
Opini Pembaca
Warga Papua Waspadai Tipu Daya OPM
http://news.okezone.com/BeritaAnda/index.php/ReadStory/2008/12/01/230/169449/warga-papua-waspadai-tipu-daya-opm

Dua warga Indonesia asal Papua yang pernah meminta suaka politik ke Australia akhirnya memutuskan kembali ke tanah air. Keduanya adalah Pemilik sekaligus nakhoda kapal yang mengangkut 43 WNI pencari suaka ke Australia pada 2005, Yunus Wanggai bersama dengan putrinya Aneke. Sebelumnya tidankan serupa telah dilakukan Yubel Kareni, 22 tahun, dan Hana Gobay, 23 tahun.

Pada dasarnya Warga Indonesia asal Papua ini kembali ke tanah air tanpa paksaan tetapi atas kemauan mereka sendiri. Menurutnya, Yunus Wanggai pemegang visa sementara dilindungi oleh Pemerintah Australia, jadi tak masuk akal jika orang yang dilindungi Australia dapat menjadi target operasi intelijen Indonesia. Seperti yang dilaporkan ABC News, Sabtu (29/11), yang menyebutkan keduanya dipaksa meninggalkan Australia oleh agen-agen intelijen Indonesia di Australia.

Umumnya WNI asal Papua yang berangkat ke Australia pada Januari 2005, diantaranya diimimg-imingi mendapat studi gratis di negeri Kangguru ini oleh Herman Wanggai pentolan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Keberangkatan mereka pun tidak dengan gratis tiap orang diwajibkan Harman Wanggai membayar Rp 7 juta. Kenyataan para WNI asal Papua ini hanya ditipu mereka akhir berkerja sebagai buruh perekebunan atau pekerja kasar.

Warga Papua ini hanya dijadikan komoditas politik OPM untuk mendapatkan perhatian dari dunia internasional agar Papua dapat terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. OPM membuat skenario para warga Papua lari ke Australia karena keselamatan terancam dari aparat militer dan Pemerintah Indonesia.

Dengan kembalinya beberapa warga Papua ke tanah air akhirnya terbuka kedok kebohongan Herman Wanggai dan kelompoknya OPM. Diharapkan warga Papua agar tidak mudah terbujuk rayu ataupun tertipu oleh strategi kelompok OPM yang mengajak lari dari Papua ke luar negeri untuk merubah nasib atau mendapat studi gratis. Karena dibalik itu OPM telah menjadikan warga Papua sebagai kepentingan politiknya agar Papua terpisah dari negeri tercinta ini.

Yonas G
Jl. Gandaria, Kebayoran, Jakarta

(mbs)

15 OKETOBER BUKAN HARINYA PAPUA MERDEKA

Home Regional
Maluku & Papua 15 Oktober 2008 Bukan Momen Kemerdekaan Papua Barat!
15 Oktober 2008 Bukan Momen Kemerdekaan Papua Barat!

http://www.duaberita.com/main/regional/maluku-a-papua/222-15-oktober-2008-bukan-momen-kemerdekaan-papua-barat.html
Senin, 13 Oktober 2008 16:30 leonard Gombo

Duaberita - Tanah Papua, Oktober 2008 – RENCANA PELUNCURAN International Parliamentarians for West Papua atau disingkat IPWP pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 di gedung Parlemen Inggris – London telah diterjemahkan secara keliru sebagai Hari Kemerdekaan Papua Barat – Papua akan lepas dari cengkeraman NKRI pada Rabu, 15 Oktober 2008. Pemahaman keliru yang berkembang di tengah-tengah masyarakat ini merupakan hasil dari propaganda murahan Intelijen Indonesia untuk menyesatkan pikiran rakyat Papua dan membuat mereka tidak berpikir secara kritis. Oleh karenanya, KONTAK Papua! Edisi ke-7 ini akan menjelaskan sedikit soal momen 15 Oktober 2008 ini.



Pada hari Rabu, 15 Oktober 2008, bertempat di Gedung Parlemen Inggris (di London), akan diluncurkan sebuah Group bernama International Parlementarians for West Papua (IPWP). Group ini mencakup banyak anggota Parlemen dari berbagai Negara dengan Anggota Parlemen Inggris - Andrew Smith dan Lord Harries – sebagai inisiator. Andrew Smith sendiri adalah Ketua Panitia kegiatan tersebut yang telah menyebarkan Undangan kepada berbagai pihak di seluruh dunia untuk menghadiri acara tersebut.

Dalam peluncuran IPWP ini, para anggota Parlemen dari berbagai belahan dunia – termasuk Tuan Powes Parkop (Anggota Parlemen Papua Nugini sekaligus Gubernur Port Moresby) akan hadir untuk secara bersama-sama menyatukan tekad mereka dalam mengangkat persoalan Papua menjadi persoalan Internasional yang perlu diselesaikan melalui sebuah mekanisme Internasional yaitu REFERENDUM.

IPWP tidak lahir secara tiba-tiba atau jatuh dari langit dengan sendirinya sebagai hadiah untuk rakyat Papua Barat. Ia adalah hasil dari perjuangan, pengorbanan, doa dan air mata Rakyat Papua yang disuarakan di Kerajaan Inggris Raya oleh Tuan Benny Wenda. Benny Wenda adalah Pemimpin Papua Merdeka (Ketua DeMMak) yang bermukim di Inggris dan tanpa kenal lelah mengadakan kegiatan Turun Kampung (Turkam) di hampir seluruh pelosok Kerajaan Inggris Raya.
Kampanye Papua Merdeka yang dilakukan Benny Wenda di Kerajaan Inggris Raya diasuh oleh sebuah wadah bernama Free West Papua Campaign dengan Richard Samuelson sebagai pemimpinnya (Co-Director). Dalam sebuah edaran resmi Free West Papua Campaign yang diterbitkan di situs http://www.freewestpapua.org/, Samuelson mengatakan bahwa “…a decade ago the International Parliamentarians for East Timor group played a very significant part in bringing East Timor to international attention. We very much hope that IPWP will do the same for West Papua”. ["…satu dekade yang lalu Group Parlemen Internasional untuk Timor Timur memainkan peran yang sangat signifikan membawa Timor Timur menjadi perhatian dunia internasional. Kami sangat mengharapkan IPWP akan berbuat yang sama untuk Papua Barat".]

Pernyataan Samuelson merupakan penjelasan resmi bahwa momen 15 Oktober 2008 bukan merupakan hari Kemerdekaan Papua Barat sebagaimana dikampanyekan secara biadab oleh Intelijen Indonesia akhir-akhir ini, melainkan Momen ini merupakan langkah penting dalam menginternasionalisasi persoalan Papua Barat hingga menuju kemerdekaan, terlepas dari Indonesia. Hal yang sama pernah dilakukan pada tahun 1998 oleh orang-orang yang sama untuk masalah Timor Timur.

Menurut Richard Samuelson, acara itu akan dimeriahkan oleh group Mambesak dari Belanda di luar gedung Parlemen. Setelah peluncuran IPWP, Benny Wenda dan istrinya, Maria Haluk menurut rencana akan diundang untuk wawancara oleh Radio BBC World Service pada 24 Oktober 2008. Mereka akan mengenakan pakaian adat Papua dan mendendangkan lagu-lagu dalam bahasa Lani yang akan disiarkan secara langsung oleh Radio atau bisa diakses online di situs BBC.
Sementara itu, di Jalan 38 Grosvenor Square, London, W1K 2HW, depan Gedung Kedutaan Besar Indonesia London, akan diadakan aksi massa dari komunitas masyarakat London yang selama ini mendukung kemerdekaan bagi Papua Barat. Sedang, lebih dari 15.000 orang telah mengirim kartu pos kepada Kedubes Indonesia di London, mendesak Indonesia melakukan dialog yang dimediasi pihak internasional dengan perwakilan Papua.(/aby)
http://www.duaberita.com/main/regional/maluku-a-papua/222-15-oktober-2008-bukan-momen-kemerdekaan-papua-barat.html

INTELIJEN DAN UANG PENGARUHI WARGA PAPUA DI AUSTRALIA

Jumat, 28/11/2008 17:22 WIB
Intelijen & Uang Tak Pengaruhi Warga Papua Pulang dari Australia
http://www.detikhot.com/read/2008/11/28/172252/1044849/10/.http://www.detikhot.com.
Taufiqurrahman - detikhot

Jakarta Sudah ada 2 orang dari 43 warga negara Indonesia (WNI) asal Papua pencari suaka di Australia yang pulang ke Indonesia. 2 Orang lagi dikabarkan juga akan kembali. Kepulangan mereka diisukan karena intervensi intelijen dan uang. Departemen Luar Negeri (Deplu) pun membantah.

"Kami nyatakan bahwa dugaan adanya campur tangan intelijen Indonesia adalah tidak berdasar. Keinginan mereka untuk pulang bersifat sukarela. Tanpa ada paksaan. Anda bisa memegang kata-kata saya, tidak ada campur tangan intelijen Indonesia," tegas jubir Deplu Teuku Faizasyah.

Faizasyah menyampaikan hal itu saat press briefing di Gedung Deplu, Jalan Pejambon, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/11/2008).

Dia juga menampik adanya iming-iming uang kepada warga Papua pencari suaka itu, agar kembali ke Indonesia.

"Kami tidak bisa berkomentar soal itu. Kami sebagai pemerintah hanya berusaha melindungi warga negaranya. Tapi kepulangan mereka merupakan indikasi adanya rasa frustasi kepada Herman Wainggai (pemimpin warga Papua pencari suaka politik ke Australia)," jelas dia.

Sebelumnya sudah ada 2 orang dari 43 orang pencari suaka yang kembali ke Indonesia. Mereka adalah Hanagobay dan Jubel Kareni yang kembali pada September 2008. Dua orang lagi yang akan menyusul kembali ke Indonesia masih dalam proses.(nwk/nrl)

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

Pencari Suaka Papua Pulang, Deplu Bantah Intelijen Terlibat

OhYesOhNoNov 30 2008, 03:57 PM
Source: Kompas.com Jumat, 28 November 2008 | 16:47 WIB
http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/28/...elijen.terlibat
http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/t155769.html

Pencari Suaka Papua Pulang, Deplu Bantah Intelijen Terlibat

Yunus Wanggai bersama putrinya, Anike, di Melbourne

QUOTE
JAKARTA, JUMAT - Departemen Luar Negeri (Deplu) membantah isu kepulangan dua warga Papua Barat dari 43 orang yang mencari suaka ke Australia sebagai upaya dari intelijen Indonesia di Australia. Tetapi belum ada konfirmasi mengenai kepastian kepulangan dua orang tersebut.

Hal itu diungkapkan Juru bicara Deplu, Teuku Faizasyah, di Gedung Deplu, Jakarta, Jumat (28/11). "Dugaan campur tangan intelejen Indonesia itu memang tidak berdasar. Keinginan mereka untuk pulang ke Indonesia itu bersifat sukarela tanpa paksaan, nanti tanyakan langsung saja pada mereka," katanya.

Faizasyah juga membantah adanya dugaan pemberian uang pada kedua orang itu. "Saya tidak bisa berkomentar soal itu. Kami sebagai pemerintah hanya berusaha melindungi warga negara. Tapi niat kepulangan mereka merupakan indikasi adanya rasa frustrasi di pihak Herman Wanggai," katanya.

Seperti diberitakan, karena merasa jenuh dan tidak betah, dua pencari suaka asal Papua Barat di Australia, Hana Gobay dan Jubel Kareni dipulangkan atas bantuan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Melbourne dan Departemen Luar Negeri Indonesia pada 23 September 2008 kemarin. Kedua WNI itu sudah pulang ke tanah air dan direncanakan tiba di Papua pada 24 September 2008 dengan didampingi staff KJRI Melbourne dan Departemen Luar Negeri.

MYS


peace
OhYesOhNoNov 30 2008, 04:03 PM
Source: Kompas.com Sabtu, 29 November 2008 | 17:59 WIB
http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/29/....soekarno-hatta

Yunus Wanggai Tiba di Soekarno-Hatta

Yunus Wanggai bersama putrinya, Anike, di Melbourne


QUOTE
TANGERANG, SABTU - Warga Papua bernama Yunus Wanggai yang mendapatkan suaka dari Pemerintah Australia, tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Sabtu (29/11) sekitar pukul 16.15 WIB.

Yunus Wanggai tiba di Indonesia menggunakan pesawat Garuda nomor penerbangan GA-409 tujuan Denpasar-Jakarta bersama anak perempuannya bernama Anike Wanggai.

Sebelumnya, Yunus Wanggai bersama 41 orang warga Papua lainnya yang mencari suaka politik kepada Pemerintah Australia pada tahun 2006. Para pencari suaka tersebut melakukan perjalanan menggunakan mesin perahu mulai dari Jayapura menuju Serui, Kabupaten Yapen di sebuah Pulau Cendrawasih, Papua. Kemudian warga Papua tersebut melanjutkan perjalanan menuju Pulau Kamaan di Kabupaten Merauke dan berhasil menyeberang ke Australia.

Saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Yunus Wanggai menggunakan topi merah, jaket abu, celana jeans warna biru muda, sedangkan Anike mengenakan baju pink dan membawa boneka koala berwarna putih-abu.

IMA
Sumber : Antara


peace

MAFIAH INDONESIA ATAS PAPUA

Papua Indonesia Freeport, proses penjajahan

Written by www.RYKERS.org on at 6:57 AM

http://mafiaindonesia.blogspot.com/2008/11/papua-indonesia-freeport-proses.html
Pengantar

Sebuah artikel yang cukup menarik ditulis oleh seorang pengagum Adolf Hitler. Penulis mengaku sangat tertarik dengan dunia intelijen dan pernah atau masih sedang mencoba menembus lembaga intelijen di Indonesia. Seorang muda yang kreatif dan berhasil mendapatkan coretan bocoran analisa intelijen berkat kecerdikannya.

Saya rasa cukup adil untuk mempercayai pengakuannya telah berhasil memperoleh sejumlah tulisan analisa intelijen dari kantor BIN. Mengapa saya percaya? tidak lain karena saya tahu persis kelemahan BIN yang bisa diibaratkan gudang analisa yang sangat rahasia namun dipelihara bagaikan tempat sampah. Dokumen berserakan tanpa ada prosedur penghancuran atau penyimpanan yang memadai, anggota-anggotanya yang oleh penulis (Abwehrmeister) disebut sebagai punggawa pejaten pada umumnya sudah melupakan prinsip internal security dan cenderung semborono. Kondisi inilah yang memudahkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kelemahan tersebut untuk tujuan yang macam-macam.

Saya jadi ingat perbincangan dengan mantan Kepala BAKIN (KABAKIN) almarhum Letjen (purn) Z.A. Maulani ketika beliau masih bertugas di kantor Sekretariat Wakil Presiden. Menurut beliau laporan BAKIN seperti garbage in garbage out. Menyedihkan sekali bukan?
Isi sebuah laporan intelijen barangkali biasa saja dan bersifat rutin, tetapi karena ia dibuat oleh lembaga intelijen maka tidak selayaknya diperlakukan seperti kertas bungkus pisang gorang.

Tentu perspektif di atas tidak bersifat general, karena masih ada junior-junior saya yang sekarang naik dalam level eselon 1 dan 2 yang benar-benar menjaga prinsip internal security dan berhasil menjalankan tugas dengan begitu baiknya. Untuk figur-figur yang tegas dan punya komitmen tinggi dalam tugas maka tidak ada celah bagi kesembronoan. Dari sisi unsur militer juga demikian ada yang sangat profesional dan ada yang sembrono. Mudah membedakannya unsur militer yang masuk BIN hanya ada dua macam, pertama adalah mereka yang sangat dibutuhkan karena kemampuannya dan kedua adalah mereka yang mengemis segala cara kepada Kepala BIN agar diberikan jabatan karena di militer karirnya tamat.

Kebobrokan organisasi BIN maupun BAIS inilah yang melahirkan seorang Senopati Wirang yang harus menanggung MALU menuliskan BLOG I-I berdasarkan pada pengalaman pahit bertahun-tahun. Pernah saya menulis surat kaleng kepada Presiden Suharto...hasilnya malah pembersihan organisasi dan ancaman-ancaman. Memang saya bukan Ksatria yang terang-terangan menantang sistem, tetapi apalah artinya perjuangan satu suara yang lemah ini. Saya sudah menyaksikan banyak korban berjatuhan bahkan seorang sahabat ada yang sampai di Penjara dan seorang Jenderal Yoga Soegama hanya sempat minta maaf di depan mayatnya setelah sahabat saya sakit sekian lama. Setidaknya sejak saya bergabung dengan Intelijen Tempur, Intelijen Strategis dan Intelijen Sipil dan sampai masa akhir hidup saya ini belum ada yang menyadari siapa saya.

Ah pengantarnya jadi terlalu banyak, habis saya kesal dengan sistem pengamanan yang amat sangat buruk di institusi intelijen Indonesia.


Silahkan disimak artikel dari seseorang yang sangat memimpikan dirinya menjadi seorang agen intelijen.
------------------------------------------------------------------------------------------------

GRAND DESIGN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PAPUA
oleh: ABWEHRMEISTER
Menarik kita amati perkembangan kasus Papua, yang diawali dari kasus Abepura (yang menuntut ditinjau ulangnya kontrak karya antara PT.Freeport Indonesia dan pemerintah RI) dan kasus pemberian visa tinggal sementara oleh Australia bagi puluhan orang aktivis Papua Merdeka yang menyatakan adanya genocide di Papua. Mari kita coba mengamati secara lebih seksama kedua kasus tersebut.

1. Tuntutan peninjauan ulang kontrak karya antara pemerintah RI dan PT.Freeport Indonesia.

Hal ini mulai mendapat perhatian publik setelah terjadi demo besar-besaran oleh sebagian besar unsur masyarakat Papua (baik di Papua maupun di Jakarta) yang menelan korban dari aparat dan dari masyarakat. Mereka menuntut di tinjau ulangnya kontrak karya pengolahan Sumber Daya Alam yang dilakukan PT.Freeport Indonesia, sebuah perusahaan Amerika Serikat. Tuntutan ini dikarenakan selama ini PT.Freeport Indonesia dinilai lalai dalam menangani masalah lingkungan hidup dan PT.Freeport Indonesia dirasa tidak memberi dampak positif secara signifikan kepada masyarakat asli Papua. Hal ini diperkuat oleh adanya laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia yang menyatakan bahwa (pada intinya) telah terjadi degradasi/penurunan kualitas lingkungan hidup di Papua, yang apabila dibiarkan terus menerus akan sangat merugikan Indonesia. Beberapa tokoh politisi dan parlemen Indonesia belakangan angkat bicara dan mengakomodir keinginan masyarakat Papua melalui parlemen.

DPR mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kontrak karyanya dengan PT.Freeport Indonesia. Hanya sayang sikap DPR ini hanya melalui pernyataan-pernyataan tokohnya secara parsial, bukan sikap resmi DPR secara institusional sebagai lembaga parlemen Indonesia. Tanpa perlu menjadi seorang expert, kita bisa melihat adanya gangguan terhadap kepentingan Amerika Serikat di Indonesia. Bisa dibayangkan berapa besar kerugian yang dialami PT.Freeport Indonesia (baca: Amerika Serikat) apabila peninjauan ulang kontrak karya tersebut benar-benar terjadi. Sebenarnya peninjauan ulang kontrak kerja sama merupakan HAK Indonesia sebagai negara yang berdaulat penuh atas Papua. Ditinjau dari segi hukum (tentunya hukum Indonesia), pembaruan suatu perjanjian dimungkinkan untuk dilakukan sebelum habis masa berlaku perjanjian tersebut apabila ada hal-hal yang secara prinsipil melanggar UU.

Ketentuan ini bisa kita lihat dari pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (BW) yang menyatakan sebagai berikut :”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.”

Dari uraian pasal tersebut diatas nampak jelas bahwa suatu perikatan hukum (baca: perjanjian) dapat ditarik kembali (atau diperbarui) apabila mendapat kesepakatan dari kedua belah pihak dan atau pelanggaran terhadap UU yang berlaku. Dalam hal ini UU No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Posisi pemerintah dalam hal ini sebenarnya sangat kuat baik secara de facto maupun secara de jure.

Pemerintah tidak perlu takut terhadap pencitraan buruk Indonesia di luar negeri. Saya yakin banyak putera-puteri Indonesia yang ahli dalam bidang komunikasi dan pencitraan diri. Masih banyak investor asing lain yang mau menanamkan modalnya di Papua. Dalam kasus ini PT.Freeport Indonesia (baca:Amerika Serikat) jelas-jelas merasa terancam dan merasa terusik posisinya di Indonesia. Logikanya, pasti mereka akan memberikan reaksi yang kita tidak tahu entah apa. Melihat arah kebijakan luar negeri AS yang kental nuansa kapitalisme (baca: kolonialisme) yang dilatar belakangi sumber daya alam (Irak, Blok Cepu, Amerika Latin),bisa dipastikan mereka akan mempertahankan kepentingannya dengan segala cara. Pengalaman kita pada masa pemerintahan Soekarno, dimana AS berencana untuk menduduki Indonesia melalui skenarionya membumi hanguskan CALTEX di Riau untuk kemudian mendarat dan menguasai Indonesia. Kejadian itu pada masa pemberontakan PRRI-PERMESTA pada zaman pemerintahan Soekarno. Saya merasa bersyukur skenario tersebut gagal total dan akhirnya mencoreng muka AS. Bukan tidak mungkin AS akan mempertahankan kepentingannya dengan cara-cara yang sama atau sama sekali baru yang tidak kita duga sebelumnya. Kita harus dapat mengantisipasi potensi-potensi ancaman dimasa datang. Untuk tujuan itulah tulisan ini saya buat.


2. Kasus pemberian visa tinggal sementara oleh Australia terhadap aktivis separatisme Papua.
Kasus ini membuat hubungan bilateral Indonesia – Australia kembali memanas. Indonesia menarik kembali dubesnya, sementara dubes Australia dipanggil Menlu RI untuk menjelaskan sikap pemerintahan Australia. Untuk yang kesekian kalinya hubungan Indonesia – Australia menegang. Masih segar dalam benak rakyat Indonesia bagaimana peran aktif Australia dalam kasus lepasnya Timor-Timur dari pangkuan ibu pertiwi. Belakangan diketahui bahwa motif utama Australia dalam mensponsori kemerdekaan Timor-timur adalah celah timor yang ditengarai kaya akan minyak. Sobat kental AS ini nampaknya telah belajar banyak dari sohibnya itu. Pemberian suaka dan visa tinggal tersebut jelas-jelas tidak mencerminkan sikap dukungan Australia terhadap kedaulatan wilayah NKRI, seperti yang selama ini berulang kali mereka utarakan kepada berbagai media dunia. Sikap mereka ini menunjukkan bahwa mereka memberi dukungan kepada elemen-elemen separatisme di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari adanya dukungan berupa moril dan materiil dari berbagai parpol Australia terhadap pihak separatis Papua (sebagaimana tercantum dalam temuan data dan fakta yang dibawa oleh tim parlemen Indonesia yang akan sowan ke Australia). Terlebih lagi kita memiliki pengalaman pahit pada masa lalu dalam kasus lepas nya Timor-Timur dari NKRI. Apakah kita akan jatuh dalam lubang yang sama untuk yang kedua kalinya? Saya yakin bahwa ini adalah suatu skenario yang disusun bersama antara Australia dan AS dengan tujuan untuk mengambil alih sumber daya alam yang terdapat di Papua. Indikasinya adalah Australia begitu mengekspos penindasan yang dialami oleh para aktivis separatisme Papua (versi mereka tentunya). Bahkan mereka menuduh telah terjadi genocide di bumi Papua. Ini adalah suatu tuduhan serius yang tidak berdasar. Serius karena istilah genocide merupakan salah satu pelanggaran HAM berat, setara dengan yang dilakukan oleh NAZI Jerman. Tidak berdasar karena tuduhan tersebut tanpa disertai data, fakta dan bukti yang kuat dan meyakinkan. Ini adalah bagian dari skenario panjang AS dan Australia untuk merebut sumber daya alam Indonesia. Selama ini Amerika dikenal sebagai agresor yang mengabaikan norma-norma apapun dalam menjaga kepentingannya diberbagai penjuru dunia. Tidak perlu legitimasi, tidak perlu ada bukti yang kuat, dan sering kali mengabaikan PBB.
3. Alternatif penyelesaian masalah.
Berkali-kali Australia menginjak-injak harga diri dan martabat bangsa Indonesia. Penangkapan nelayan Indonesia, pelanggaran kedaulatan Indonesia di udara oleh AU Australia (boleh tanyakan pada saudara-saudara kita di AURI), lepasnya Tim-tim dari NKRI, pemasangan instalasi rudal yang dapat menjangkau wilayah NKRI, dan sekarang dukungan secara terang-terangan terhadap elemen separatisme Papua (pihak parlemen Indonesia dan kalangan intelijen pasti tahu lebih banyak). Kita semua pasti mahfum bahwa kita tidak bisa berharap banyak dari PBB. Sudah banyak kejadian yang menunjukkan bahwa PBB tidak memihak kepada rasa keadilan masyarakat internasional dan didalam tubuh PBB sendiri ada perbedaan perlakuan terhadap negara-negara anggotanya. Masih adanya hak veto bagi beberapa negara menunjukkan hal ini. Padahal hak veto tersebut sangat tidak relevan dan sangat mencederai asas persamaan kedudukan negara-negara yang berdaulat di dunia. Tidak akan pernah tercapai susunan dunia yang adil, merata dan sejahtera bila PBB (sebagai organisasi internasional yang utama) masih tidak berubah. Sikap Indonesia yang menarik kembali duta besarnya di Australia mencerminkan adanya perhatian yang serius dari pemerintah RI. Kita harus menata ulang kembali hubungan bilateral kita dengan Australia. Saya menyarankan beberapa alternatif penyelesaian disini, yaitu :
§ Secara eksternal
- Melakukan komunikasi bilateral dengan Australia melalui saluran diplomatik secara lebih intensif dan komprehensif dalam konteks Papua
- Mencari dukungan dalam berbagai forum internasional terhadap keutuhan kedaulatan wilayah NKRI (negara-negara Asia-Afrika, ASEAN, PBB,dll)
- Memberikan penjelasan kepada masyarakat internasional bahwa apa yang terjadi di Papua adalah murni masalah intern dalam negeri Indonesia, bahwa tidak ada peristiwa pelanggaran HAM berat (genocide) yang terjadi di bumi Papua seperti yang dituduhkan para aktivis separatisme Papua, bahwa apa yang dilakukan Australia adalah bentuk sikap bermusuhan dan melegalisasi tuduhan pelanggaran HAM berat di Indonesia, bahwa sikap Australia tersebut merupakan suatu bentuk ancaman terhadap kedaulatan sah suatu negara yang dapat menimpa negara mana saja di dunia dan merupakan preseden buruk dimasa datang.
§ Secara internal
- Melakukan pengusutan tuntas terhadap kasus kerusuhan Abepura, Papua.
- Merangkul semua elemen masyarakat Papua untuk bersama-sama mencari solusi yang terbaik bagi bangsa dan negara RI (hal ini lebih sulit dalam hal implementasi di lapangan).
- Mencari bukti keterlibatan asing dalam kasus Papua.
- Para pemimpin bangsa ini agar tidak serta merta mengeluarkan pernyataan yang bersifat tuduhan yang menyudutkan saudara sebangsa sendiri (politisasi). Akan lebih baik jika kita memfokuskan perhatian dan stamina kita untuk mengantisipasi ancaman dari luar. Kasus ini adalah murni masalah harga diri dan martabat Indonesia, tidak perlu kita larut dalam kepentingan politik sesaat.
- Melakukan pemberdayaan intelijen nasional baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini sangat penting artinya untuk menangkal ancaman-ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Sebagai contoh, pembentukan aturan hukum yang jelas bagi kalangan intelijen nasional lebih urgent ketimbang RUU APP misalnya.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat, paling tidak, menimbulkan kesadaran berbangsa dan semoga dalam tataran lebih luas dapat memberikan alternatif wawasan dalam menanggapi sikap Australia. Semoga Tuhan YME melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Amin !!

0 comments
Categories: Konspirasi Indonesia, Laporan Itelijen, Penjajahan Perusahan Asing
Share this post - Email This
i
http://mafiaindonesia.blogspot.com/2008/11/papua-indonesia-freeport-proses.html
0 Responses to "Papua Indonesia Freeport, proses penjajahan"

INDONESIA BANTAH INTELIJEN DI AUSTRALIA

Indonesia Bantah Lakukan Operasi Intelijen di Australia
Sabtu, 29 November 2008 | 09:28 WIB
http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=7894291452021225662&postID=2247217706142290289

TEMPO Interaktif, Jakarta: Indonesia memastikan bahwa dua lagi warga Papua yang mencari suaka yang tiba di Cape York, Australia, dua tahun silam akan kembali ke Papua.

Namun, Departemen Luar Negeri Indonesia menyangkal proses pemulangan kembali (repatriasi) itu merupakan bagian dari operasi intelijen di Australia.

Sekitar dua minggu silam pencari suaka Yunus Wanggai dan anak perempuannya Anike tiba-tiba raib dari tempat-tempat yang biasa mereka kunjungi yang membuat keluarga dan kerabat mereka melaporkan Yunus dan anaknya telah menghilang.

Seperti yang dilaporkan ABC News, Sabtu (29/11), pernyataan dari sebuah sumber menyebutkan keduanya dipaksa meninggalkan Australia oleh agen-agen intelijen Indonesia di Australia.

"Hal itu sama sekali tidak benar. Itu merupakan kebohongan yang dicari-cari untuk mendiskreditkan Pemerintah Indonesia," ujar Faizasyah kepada Tempo lewat sambungan telepon.

Menurutnya, Yunus dan anaknya pemegang visa sementara yang dilindungi oleh Pemerintah Australia. "Jadi tak masuk akal jika orang yang dilindungi Australia dapat menjadi target operasi intelijen Indonesia," ujarnya.

Faktanya, kedua orang tersebut yang mendatangi Kedutaan Besar Indonesia di Canberra. "Pemerintah Indonesia wajib melindungi warganya," tutur dia.

Yunus dan Annike kini berada di Canberra dan sedang mempersiapkan kepulangan mereka ke Papua. "Yunus Wanggai dan anaknya diharapkan tiba di Papua dalam yang sangat waktu dekat," ucap Faizasyah menambahkan.

BOBBY CHANDRA
http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=7894291452021225662&postID=2247217706142290289
Topik :
Suaka Politik Departemen Luar Negeri